Jumat, 05 Juni 2009

From The Margin

My rationalization is that I don't have role model for love and relationship. All I have is what I've been going through all my years, no one told me it's going to be hell of a ride. Uneasy part has not yet over..still I'm entrap in twisted thoughts between what's real and what's not. Boring and tragic, I know. Truth is, I don't have the guts taking the reality pills of "Quit searching for the easy, mind-blowing, true-love story, it’s an illusion.”

Ahhh God..But it's so good to dream, don't you think?

Senin, 01 Juni 2009

Tidak Sempurna

Gw tidak berniat membicarakan hal- hal yang positif tentang dia, untuk yang ini gw yakin semua udah tau. Pada kenyataannya, gw malah lebih sering teringat yang negatif- negatifnya. Entah apa sebabnya, sejak dari jaman SMA, anak ini punya pengaruh kuat terhadap gw. Dan entah kenapa, kok gw begitu patuh dan memandangnya dengan hormat.

Perempuan ini bilang bahwa cukur alis itu bentuk transformasi yang kudu hukumnya. Ketika diaplikasikan ke gw...hmm...untuk beberapa lama gw menerima perubahan itu. Sesudah itu...tiap kali ngaca...alis gw kayak cuma digambar pake rotring 0.1. Oke, perubahan pertama, gagal dengan sukses.

Sikap dan perilakunya sangat dewasa untuk takaran anak SMA. Pembawaan yang begitu percaya diri dan langkahnya yang mantap, dia memiliki karakter kuat, yang menarik sekali untuk dieksplor lebih jauh. Dia memperkenalkan dunia yang baru di mata gw, yang selama ini hanya sampai ke kuping gw dan meninggalkan keragu- raguan dan penasaran khas remaja bau kencur. Kami sempat menikmatinya untuk beberapa lama, sampai akhirnya kita berdua berpikir sayang sekali kalo masa ini dihabiskan di dunia yang baru pantas kita selami tiga atau empat tahun lagi.

Gw sempat berpikir dia bukan orang yang tepat untuk tempat berkeluh kesah. Sarannya selalu tanpa basa- basi, lugas, bahkan kadang menyakitkan. "Heran, ini orang sebenarnya tau yang namanya empati ngga sih? Gw ini temennya, punya rasa simpati sedikit kenapa sih". Begitu tuh yang ada di kepala gw, setiap selesai bercurhat- curhatan.

Tiap kali gw lari dari rumah, gw lari ke dia. Dia lari dari rumah, dia lari ke gw. Kita berdua sama- sama merasa ngga dihargai di rumah sendiri. Kita cuma bisa saling cerita, ngga berharap banyak untuk dapetin solusi, selama kekesalan kita keluar dari dada. Memang, kita melampiaskannya dengan cara yang salah, tapi terus terang..dia mencetuskan cara yang radikal, kampungan, nekat, tapi manjurnya lumayan terasa. Metode ini meninggalkan bekas luka permanen di tangan gw.

Sikap kerasnya secara tidak langsung menciptakan tembok antara dia dengan teman- teman yang lain. Tidak banyak yang menyukai kepribadian seperti ini tapi dia ngga peduli. Dia punya tujuan, dia punya otak, dia fokus, dan dia tahu dia akan mencapai tujuannya. Di saat orang- orang sibuk menciptakan citra diri buat eksistensi, dia sibuk berpikir untuk masa depannya. Buat gw ini aneh, perbedaaan prinsip ini yang membuat kita perlahan jauh.

Tapi jelas terlihat kan siapa nantinya yang menuai buah lebih manis? Kita menjauh mungkin agak lama tapi ketika kita ketemu lagi..ternyata dia masih ngga berubah. Tekadnya itu loh, masih melekat kuat, dia ngga berhenti punya cita- cita, selalu punya tujuan baru, dan selalu fokus. Ambisinya sempat membuat gw sedih, karena gara- gara hal itu gw dikesampingkan, memang dari dulu dia sudah begitu. Di saat- saat terakhirnya, dia kelihatan begitu bahagia, gw belum pernah melihat dia begitu..ikhlas. Akhirnya dia menemukan sesuatu yang dia cintai.

Gw belum pernah ngerasain rasa kehilangan yang seperti ini, jadi ini rasanya ditinggal sahabat. Ketawanya yang aneh, suaranya yang keras, dia suka dengan sengaja mengeluarkan suara aneh dari hidungnya walaupun jelas- jelas dia tau gw benci suara itu, dua tahun lalu dia pergi tapi semuanya masih terekam jelas di benak gw. Sampai detik ini pun gw masih belum percaya gw ngga akan bisa mendengarnya lagi.
Segala keanehannya, segala masalah yang dia timbulkan, segala kesedihan dan keputus asaan yang kita saling curhatkan, semua ini yang membuat gw menerima dia sebagai dirinya. Semoga kalian bisa menerima ketidaksempurnaannya, sebagaimana gw menyayangi ketidaksempurnaannya yang indah.